Rabu, 18 Juli 2012

Rindu Melodi

Malam sunyi mulai mencekam bumi, membuat mata mengalami kantuk yang begitu mendera. Sentuhan belai angin pun mulai memanjakan dengan semua kelembutan yang ia miliki untuk seseorang yang kini sedang di peluk mimpi.

Di serang alam bawah sadar yang mulai menjalar, ada sebuah cahaya terang yang membangunkanku di alam mimpi. Peri-peri cantik mulai menarikku menuju sebuah lapangan. Ku lihat seksama, ku pusatkan perhatian pada barisan rapi yang panjang itu aku kenal mereka dan aku sangat hafal dengan apa yang mereka lakukan sekarang. Entah angin apa yang kini membantu mendorong kakiku tuk segara bergabung dengan mereka.

“Ta, ayo kita udah telat...” ujar seorang temanku dengan cemas.

Dengan tatapan tak percaya. Aku mulai sadar, dengan segenap kesadaran itu ku langkahkan kaki dengan pasti. Hatiku mulai membatin benarkah semua ini nyata, benarkah kami akan kembali melakukannya seperti beberapa waktu yang lalu.

Argh, entahlah aku tak mau pusing dengan semua itu. Yang aku ingin saat ini hanyalah menari sebaik mungkin. Sesekali ku lirik mereka yang ada di sekitarku. Inilah orang-orang yang sangat aku rindukan. Orang yang dulu pernah mengukir prestasi untuk sekolah tercinta. Orang yang dulu pernah menghabiskan waktu istirahatnya untuk rela berpanas-panas di tengah lapangan. Orang yang selalu memberikan semangatnya untuk bisa dia tunjukkan bahwa dia sayang, bahwa dia cinta dan dengan usaha yang di iringi do’a bersama mampu membawa nama sekolah dengan baik.

            Senyumku mulai tersungging, ku peluk erat mereka para seniorku. Ku bisikkan pada mereka betapa aku sangat merindukan saat-saat seperti ini. Betapa aku sangat rindu melodi indah yang dulu selalu  bisa ku dengarkan. Betapa aku sangat sayang akan semua yang kini terlihat jelas di hadapanku. Tak bisaku gambarkan betapa bahagianya aku berkumpul bersama mereka lagi.

Kembali ku lirik mereka sekali lagi, namun kali ini semua samar-samar . Semua abu-abu. Dan kembali gelap. Peri-peri cantik itu mengembalikanku dalam buai angin malam. Membiarkan aku kembali dengan kerinduan yang masih mencekam.

Gelisah mulai mendera, mentari pagi mulai merayap. Kicau burung membangunkanku. Ku kerjapkan mata, ku tatap sekeliling. Oh, ternyata semua hanya mimpi. Tubuhku lemas seketika, saat aku mulai sadar bahwa semua memang hanya mimpi, bunga tidurku tadi malam yang sepertinya enggan menjelma nyata. Ingin ku luapkan semua emosi yang kini menggelora di hati, ingin ku lepas rasa rinduku pada mereka. Ingin ku lepas rasa rinduku pada melodi.

Oh, Rabb ..
Aku ingin, bahkan aku sangat berharap bisa kembali seperti waktu itu. Berkumpul dan berjuang bersama atas nama sekolah. Robb, aku yakin nanti jika memang saatnya aku pasti di pertemukan lagi dengan mereka yang pasti akan lebih hebat dari sebelumnya. Aku yakin itu!

Dan satu hal yang pasti, aku bangga pernah menjadi bagian dari mereka!

Satu Tahun Bersama Bintang

Dentang jarum jam yang terus berjalan, melewati setiap detik yang kini hanya menyisakan serpihan kenangan. Bagian diary hidup yang pernah terukir di sudut hati. Warna-warni cerita yang tak lagi bersembunyi di balik putihnya kanvas. Kini semua tlah membekas di relung kalbu.

Berjalan dan terus berjalan. Hingga langkah ringanku sukses membuat ku terpekur dalam sunyi, hingga hati hanya mampu berdesis secepat inikah waktu berlalu. Ya, satu tahun. Waktu yang sangat singkat bukan? Rasanya baru kemarin aku mengenal kalian. Baru kemarin aku bertanya siapa namamu? Bolehkah aku menjadi temanmu?

Namun kini, semua bukan hanya sebuah pertanyaan lagi. Semua nyata! Saat ku sadari aku telah membaur menjadi satu bersama kalian. Tersenyum pasti dengan para bintangku, siap menyongsong hari baru yang akan semakin indah. Merekahkan sekuncup bunga yang apabila di sentuh dengan lembut pasti akan mekar dengan sangat sempurna. Dan seperti itulah aku ingin mengukir cerita bersama bintang.

Terkadang tak bisa ku ungkap apa maunya hati. Saat ku sadari waktu ku bersama kalian akan semakin berkurang. Baru saja!  Baru beberapa waktu lalu ku injakkan kaki di tempat itu, tempat yang kini menjadi saksi bisu suka duka masa putih abu-abu. Namun kini sepertinya waktu mulai enggan berjalan lambat, ia ingin secepatnya menghantarkan kita menuju pintu masa depan yang telah lama menunggu.

Jika kata orang putih abu-abu adalah masa yang paling indah. Dengan gerak pasti aku akan mengangguk iya. Semua memang bukan hanya sebuah pernyataan semu, belaka dan mengada-ngada. Semua terbukti setelah ku lewati satu tahun penuh goresan indahnya pelangi yang mulai menampakkan wujudnya di hadapanku.

Yaa, satu tahun terakhir yang ku lewati bersama kalian memang sangat menggugah hatiku untuk slalu bisa mengenangnya. Dalam canda, tawa, bahkan tangis. Takkan pernah ku hapus dalam ingatanku walau hanya sepercik pun.

Dalam sunyi ku ungkap isi hatiku, yang selalu ingin mengatakan bahwa aku senang mengenal kalian. Aku senang bisa melewati hari, membunuh waktu bersama kalian. Berkat kalian aku banyak belajar, dalam sebuah ikatan persahabatan, kebersamaan, ketulusan, keikhlasan, kebersamaan, ketegaran bahkan cinta.

Yaa, Satu tahun!
Tentunya bukan hanya hal indah yang di rasakan, hidup memang tak selamanya sempurna. Di balik semua keindahan itu, pasti ada sebuah luka yang pernah tergores. Ada sebongkah kemarahan yang pernah terpendam. Dan mungkin pernah ada sebuah kebencian. Dan jika mungkin aku juga pernah melakukan sebuah kesalahan yang ku sengaja mau pun tidak, dengan segenap ketulusan meluncur satu kata yang sangat ingin aku ucap yaitu, MAAF!

Satu hal lagi dan sebelum semua terlambat aku juga sangat ingin mengatakan ribuan bahkan jutaan terima kasih untuk kalian yang pernah menjadi bagian dari diary hidupku. Pelengkap bumbu duniawi.

Album Merah Muda !

Hari ini sentuhan lembut angan kembali menarik hatiku ke masa lalu. Sejenak terdiam penuh keraguan. Perlahan ku buka laci meja coklatku, ku ambil sebuah album merah muda yang kini pudar, penuh debu. Sangat kusam. Dengan hati-hati ku sentuh album merah mudaku, tuk sedikit membersihkan butiran debu yang kini berlumuran di atasnya.

Dengan ekspresi tak percaya kini aku berani menyentuhnya lagi, sejenak tenggelam dalam angan masa lalu. Bagai ada magnet yang terus memaksa hati untuk mulai membuka halaman pertama albumku. Senyum kecut kembali ku perlihatkan, tinta emas yang melukiskan tulisan di halaman itu sukses membuat mataku berkaca-kaca.

Album merah muda tanda cinta masa lalu. Tempat aku menyimpan kenangan bersamanya. Semua potret semu yang memberikan kesan mendalam di dasar kalbu. Setiap lembar yang ku buka lembut, penuh kehati-hatian. Aku terlalu takut merusaknya.

Tumpuan mata yang slalu tertuju pada bintang semu yang dulu bersinar terang. Termangu aku di buatnya. Ruang waktu yang memisahkan terlalu kejam untukku, hingga gerimisku kembali pecah menjadi hujan.

Kenangan bersamanya kembali tayang di televisi di otakku. Berperan layaknya seorang aktor profesional. Sesaat ku biarkan anganku menerawang jauh, menari bersama potret semu bintang hatiku.

Namun, sekejab segera ku tepis semua itu. Dengan kasar ku tutup album merah mudaku. Ku letakkan dengan keras di tempat semulanya. Tangisku semakin menjadi. Batinku mulai bertanya aku yang terlalu rapuh atau dia yang terlalu kejam di skenario ini.

Argh...Sudahlah biarkan semua berlalu. Biarkan aku menutup hatiku, seperti aku menutup album merah muda itu. Biarkan aku menguburnya sedalam mungkin. Biarkan ia menjadi serpihan kenangan indah dalam hidup.